Hubungan Aspek Sosial Budaya Dan Kesehatan
Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi”
yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal
yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut E.B Tylor
mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan
mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang
dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya mencakup
segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak
(Soekanto, 2006).
Setiap manusia mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Koentjaraningrat
(2005) mengemukakan bahwa kebudayaan sedikitnya mempunyai tiga wujud,
yaitu : wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma, dan peraturan-peraturan, wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat,
dan wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Goodenough dalam Dumatubun (2002) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah
suatu sistem kognitif yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan
nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat.
Ini berarti bahwa kebudayaan berada dalam “tatanan kenyataan yang
ideasional”, merupakan perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota
masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi,
pertemuan, perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku
sosial nyata dalam masyarakat, dan digunakan sebagai pedoman bagi
anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sosial yang baik/pantas dan
sebagai penafsiran bagi perilaku orang-orang lain.
Manusia dalam menghadapi lingkungan senantiasa menggunakan berbagai
model tingkah laku yang selektif (selected behaviour) sesuai dengan
tantangan yang dihadapi. Pola perilaku tersebut didasarkan pada sistem
kebudayaan yang diperoleh dan dikembangkan serta diwariskan secara turun
temurun.
Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan
pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Pewarisan budaya bersifat vertikal artinya budaya diwariskan dari
generasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk digunakan, dan
selanjutnya diteruskan kepada generasi yang akan datang.
Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan melalui enkulturasi dan
sosialisasi. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan
menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem nilai, norma,
adat, dan peraturan hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi
dimulai sejak dini, yaitu masa kanak-kanak, bermula dilingkungan
keluarga, teman sepermainan, dan masyarakat luas (Herimanto dan Winarno,
2008).
Dalam melakukan tindakan pada suatu interaksi sosial, seseorang dipandu
nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut adalah prinsip-prinsip yang berlaku
pada suatu masyarakat tentang apa yang baik, apa yang benar dan apa yang
berharga yang harusnya dimiliki dan dicapai oleh warga masyarakat.
Sistem nilai mencakup konsep-konsep abstrak tentang apa yang dianggap
baik, dan apa yang dianggap buruk dan itulah sesungguhnya inti dari
suatu kebudayaan (Badrujaman, 2008).
Nilai sebagai keyakinan yang pantas dan benar bagi diri dan orang lain
dalam lingkungan kebudayaan tertentu diharapkan dijalankan bagi semua
warganya termasuk generasi selanjutnya. Pandangan tentang pengertian
nilai menurut Bambang Daroeso, nilai adalah suatu kualitas atau
penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku
seseorang (Herimanto dan Winarno, 2008). Perwujudan dari nilai yang
bersifat abstrak menjadi suatu pola perilaku senyatanya dan perilaku
dibenarkan, disebut norma (norm), norma sebagai perilaku nyata (empirik)
yang bersifat objektif, dapat diamati, dan telah terpolakan dalam
masyarakat. Norma merupakan tatanan yang menuntut individu harus
berperilaku tertentu (Polak, 1991; Giddens, 1995, Hamzah, 2000).
Khusus dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan pula struktur normatif atau menurut istilah Ralp Linton designs for living
(garis-garis atau petunjuk dalam hidup). Artinya kebudayaan adalah
suatu garis-garis pokok tentang perilaku atau blue print of behaviour
yang merupakan peraturan-peraturan mengenai apa yang seharusnya
dilakukan, apa yang dilarang, dan lain sebagainya.
Konsep sehat dilihat dari segi sosial, yaitu berkaitan dengan kesehatan
pada tingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial,
politik, ekonomi, serta budaya yang melingkupi individu tersebut. Untuk
sebuah kesehatan masyarakat menciptakan sebuah strategi adaptasi baru
dalam menghadapi penyakit. Strategi yang memaksa manusia untuk menaruh
perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usahanya
untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan “suatu
kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma,
nilai-nilai, idiologi, sikap, adat-istiadat, upacara-upacara dan
lambang-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang
saling menguatkan dan saling membantu (Anderson, 1980, dalam Badrujaman,
2008).
Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan.
Sistem budaya, berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang
kongkrit dan dapat dilihat, yang diwujudkan dalam sistem sosial.
Berbicara tentang konsep perilaku, hal ini berarti merupakan satu
kesatuan dengan konsep kebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat
berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam
lingkungan sosialnya, berkaitan dengan terapi, pencegahan penyakit
(fisik, psikis, dan sosial) berdasarkan kebudayaan masing-masing
(Dumatubun, 2002). Selain dengan pengamalan perilaku dalam konteks
budaya, pengamalan perilaku setiap individu sangat erat kaitannya dengan
“belief, kepercayaan” sebagai bagian nilai budaya masyarakat
bersangkutan (Ngatimin, 2005)
Nilai-nilai sosial budaya memiliki arti penting bagi manusia dan
masyarakat penganutnya. Didalamnya tercakup segala sesuatu yang
mengatur hidup mereka termasuk tatacara mencari pengobatan bila sakit.
Kekurangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan disertai pengalaman
hidup sehari-hari yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya membuat mereka mencari pemecahan timbulnya penyakit,
penyebaran dan cara pengobatan menuju ke arah percaya akan adanya
pengaruh roh halus dan tahyul.
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu
tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem
kesehatan yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang
bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial
budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku merupakan
tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang
untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan
pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi
tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam
memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah
penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit (Kalangi, 1994). Oleh
karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus
dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan
kepribadian individu-individunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar